Senin, 17 Agustus 2015

MEDICAL PROFESIONALISM


ABORTION 


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Dalam dunia medis, profesionalisme seorang dokter tentulah harus dijunjung tinggi, karena profesionalisme ini memegang peranan yang sangat penting dalam praktek kedokteran dan merupakan wujud tanggung jawab seorang dokter dalam menjalankan profesinya. Profesionalisme seorang dokter dapat dilihat dari caranya berkomunikasi dan berinteraksi dengan pasien maupun praktisi medis lainnya, berperilaku, juga dalam menghadapi sebuah kasus yang dapat dikatakan kontroversial.
Salah satu kasus yang sedang hangat diperbincangkan saat ini dalam praktik kedokteran adalah mengenai aborsi. Permasalahan ini masih menjadi pro dan kontra sampai sekarang. Banyak orang beranggapan bahwa aborsi adalah tindakan yang tidak manusiawi karena tindakan ini dianggap melakukan pembunuhan. Tidak hanya masyarakat awam, orang-orang dengan latar belakang kesehatan pun masih banyak yang menentang tindakan aborsi ini.
Namun, karena beberapa alasan medis aborsi telah dilegalkan di berbagai negara di dunia, sebut saja Australia, Belanda, Kanada, Jerman, dan Amerika Serikat. Begitu pula di Indonesia, tindakan aborsi juga telah dilegalkan sejak beberapa tahun yang lalu, tentunya dengan kondisi-kondisi dan alasan-alasan tertentu. Legalnya tindakan aborsi ini secara khusus dilatarbelakangi oleh pendapat para tenaga kesehatan yang merasa bahwa tindakan aborsi memang wajar untuk dilakukan, apabila memang keadaannya tidak memungkinkan sang janin untuk dilahirkan. Kelaianan kongenital pada bayi merupakan salah satu penyebab mengapa seorang wanita ingin menggugurkan  kadungannya
Di Indonesia sendiri, aborsi merupakan salah satu masalah yang sering terjadi. Kegiatan aborsi ini juga mengundang pro dan kontra dari opini masyarakat. Sehingga timbul rasa kebingungan mengenai legal atau tidaknya tindakan ini jika dilakukan oleh  seseorang. Padahal, aborsi sendiri dapat dikatakan legal apabila kehamilan tersebut dapat mengancam  nyawa ibu dan atau janin itu sendiri. Ancaman dapat berupa penyakit genetika berat atau cacat bawaan yang menyulitkan bayi untuk hidup di luar kandungan
Pada kasus yang kami dapatkan, diketahui seorang ibu dan suaminya yang sedang melakukan konseling kehamilannya, didapatkan bahwa janinnya kelak akan mengalami Down Syndrome yang merupakan penyakit genetik disertai kelainan jantung bawaan yaitu atrioventrikular septal defect (AVSD). Penyakit ini merupakan penyakit yang genetic yang sangat berat, dimana janin akan mengalami penderitaan selama hidupnya. Oleh sebab itu dalam makalah ini, kami akan membahas mengenai alasan mengapa aborsi dibenarkan pada kasus ini dari segala aspek.
1.2     Dasar Teori
1.2.1  Medical Professionalism
Medical Profesionalism merupakan tanggung jawab dari profesi tenaga medis dalam hal berkomunikasi dan berinteraksi dengan pasien dan masyarakat. Dalam artian singkatnya, merupakan prosionalisme medis seorang dokter dalam berperilaku. Pada Medical professionalism terdapat tiga pilar utama, yaitu Personal Attributes, yang mengatur mengenai kepribadian yang wajib dimiliki seorang dokter meliputi empati, jujur, dan tanggung jawab, Medical Ethic, yang merupakan pedoman-pedoman bagi seorang dokter dalam penerapan etika terhadap situasi praktik, dan Medical Law, yang mengandung aspek-aspek hukum yang mengatur mengenai pelayanan kesehatan dan hubungan dokter-pasien.

1.2.2  Aborsi
Aborsi biasanya dikenal oleh masyarakat awam dengan menggugurkan kandungan. Namun dalam dunia kedokteran, aborsi berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Istilah lain yang secara resmi dipakai dalam kalangan kedokteran dan hukum ialah Aborsi provocatus. Ada cukup banyak pengartian mengenai aborsi di dalam dunia kesehatan. Menurut Fact Abortion, Info Kit on Women’s Health oleh Institute for Social, Studies, and Action, Maret 1991, aborsi didefinisikan sebagai penghentian kehamilan setelah tertanamnya ovum yang telah dibuahi di rahim, sebelum janin (fetus) mencapai 20 minggu. Sedangkan oleh Js. Badudu dan Sultan Mohamad Zair (1996) aborsi didefinisikan sebagai terjadinya keguguran janin, diana melakukan aborsi berarti melakukan pengguguran dengan sengaja karena tidak menginginkan bakal bayi yang dikandung itu.
Tindakan aborsi ini bukanlah hal yang baru di dunia kesehatan dunia maupun di Indonesia. Sudah sejak lama pula aborsi telah menjadi perdebatan dan memunculkan kontroversi di tengah-tengah ahli kesehatan Indonesia. Permasalahan ini masih terus menjadi pro dan kontra hingga saat ini.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1     Aborsi Menurut Hukum di Indonesia
Aborsi memang merupakan polemik yang tak asing diseluruh dunia, termasuk Indonesia. Berbagai pendapatpun berkembang dimasyarakat, Berbagai pendapat dilontarkan untuk menyatakan pro maupun kontra terhadap tindakan tersebut. Namun, permasalahan ini telah memperoleh jawaban secara hukum pada tanggal 6 Oktober 2005 dengan dikeluarkannya Undang-Undang 39 tahun 2004 tentang Kesehatan

Pasal 75
(1)          Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
(2)          Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
a.      indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
b.      kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.
(3)          Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
(4)          Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 76
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
a.      sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b.      oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
c.       dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d.      dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e.       penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 77
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Selain itu, tindakan aborsi legal juga dipertegas dengan dibuatnya Peraturan Pemerintah No. 62 tahun 2004 tentang Kesehatan Reproduksi sebagai dasar penegakan hukum.

Pasal 31 ayat (1) tersebut menyatakan bahwa :
“Tindakan aborsi hanya dapat dilakukan berdasarkan:
 a.  indikasi kedaruratan medis; atau
 b. kehamilan akibat perkosaan.”
Pasal 31 ayat (2)
“Tindakan aborsi akibat perkosaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama berusia 40 (empat puluh) hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir.”
Pernyataan Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2) kemudian dijelaskan lebih rinci pada pasal 32 ayat (1) dan (2) yang menyatakan bahwa
(1) Indikasi kedaruratan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf a dan b yang meliputi:
a.   kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu; dan/atau
b. kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan janin, termasuk yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan.
(2) Penanganan indikasi kedaruratan medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan standar.

2.2     Aborsi menurut Deklarasi Oslo (1970)
Dalam deklarasi Oslo (1970) tentang pengguguran kandungan atas indikasi medik, disebutkan bahwa moral dasar yang dijiwai seorang dokter adalah butir Lafal Sumpah Dokter yang berbunyi : ”Saya akan menghormati hidup insani sejak saat pembuahan : oleh karena itu Abortus buatan dengan indikasi medik, hanya dapat dilakukan dengan syarat-syarat berikut”:
1.      Pengguguran hanya dilakukan sebagai suatu tindakan terapeutik
2.      Suatu keputusan untuk menghentikan kehamilan, sedapat mungkin disetujui secara tertulis oleh dua orang dokter yang dipilih berkat kompetensi profesional mereka.
3.      Prosedur itu hendaklah dilakukan seorang dokter yang kompeten di instalasi yang diakui oleh suatu otoritas yang sah.
4.      Jika  dokter  itu  merasa  bahwa  hati  nuraninya  tidak  memberanikan  ia melakukan pengguguran tersebut, maka ia hendak mengundurkan diri dan menyerahkan pelaksanaan tindakan medik itu kepada sejawatnya yang lain yang kompeten.
5.      Selain memahami dan menghayati sumpah profesi dan kode etik, para tenaga kesehatan perlu  pula  meningkatkan pemahaman agama  yang  dianutnya. Melalui pemahaman agama yang benar, diharapkan para tenaga kesehatan dalam menjalankan profesinya selalu mendasarkan tindakannya kepada tuntunan agama.           
2.3    Aborsi di Dunia
Di Inggris, ini terdapat hukum yang membenarkan penghentian kehamilan dengan beberapa ketentuan seperti yang dituangkan dalam pasal-pasal pada Undang-Undang di Inggris seperti ini,
 Berdasarkan ketentuan dari bagian ini, seseorang tidak akan bersalah karena melakukan kejahatan di bawah hukum yang berkaitan dengan aborsi saat kehamilan diakhiri oleh seorang praktisi medis yang terdaftar jika dua praktisi medis yang terdaftar berpendapat, dibentuk dengan itikad baik -
(a) bahwa kehamilan tidak melebihi minggu kedua puluh empat dan bahwa kelanjutan kehamilan akan melibatkan risiko, lebih besar daripada jika kehamilan dihentikan, cedera pada kesehatan fisik atau mental wanita hamil atau ada anak keluarganya; atau
(b) bahwa penghentian diperlukan untuk mencegah cedera permanen besar bagi kesehatan fisik atau mental ibu hamil; atau
(c) bahwa kelanjutan kehamilan akan melibatkan resiko bagi kehidupan wanita hamil, lebih besar daripada jika kehamilan dihentikan; atau
(d) bahwa ada risiko besar bahwa jika anak lahir akan menderita kelainan fisik atau mental seperti menjadi cacat serius.
Menurut PBB, 98 dari 176 negara di PBB menyetujui penghentian kehamilan dengan gangguan janin. Hal ini berlaku untuk kasus kami, di mana anak memiliki Down Syndrome, kelainan jantung termasuk cacat atrioventrikular-septal. Selain itu, yang mana merupakan penyakit genetik yang sangat berat dalam hidupnya.
Berikut adalah tabel yang menunjukan hukum aborsi dibeberapa Negara di Eropa berdasarkan penelitian BBC dan Internasional Planned Parenthood Federation Summary
Negara
Batas Gestational untuk permintaan Aborsi
Rincian Ketentuan
Kanada
Kehamilan penuh
Tidak ada pembatasan
Austria
3 bulan
Harus memiliki kondisi medis
Republik Ceko
12 minggu
Aborsi harus disetujui oleh komisi medis dan dilakukan di rumah sakit. Sebuah aborsi kedua tidak diizinkan dalam waktu enam bulan.
Denmark
12 minggu
Setelah 12 minggu, aborsi harus disetujui oleh komite.
Finlandia
0 minggu, dengan banyak pengecualian
12 minggu untuk menyelamatkan nyawa wanita, kesehatan mental, pemerkosaan dan inses. 20 minggu jika risiko terhadap kesehatan fisik. 24 minggu jika risiko "malformasi janin"
Perancis
12 minggu
Harus dalam "keadaan tertekan." Beberapa pengecualian setelah 12 minggu.
Jerman
12 minggu
Konseling diperlukan setidaknya 3 hari sebelum aborsi. Konseling harus mencoba meyakinkan wanita untuk melanjutkan kehamilan.
Yunani
12 minggu
Beberapa pengecualian setelah 12 minggu.
Irlandia
0 minggu
Perkecualian jika kehidupan ibu beresiko.
Italia
12-13 minggu, tapi tidak pada permintaan
Persyaratan longgar diperlukan.
Belanda
13 minggu, tetapi sampai viabilitas jika dalam keadaan tertekan
Masa tunggu 5 hari yang diperlukan.
Polandia
0 minggu
Diizinkan sampai 12 minggu untuk menyimpan wanita hidup, kesehatan atau dalam kasus pemerkosaan, inses ataugangguan janin.
Swedia
18 minggu
"Alasan kuat" yang dibutuhkan untuk aborsi hingga 22 minggu.
Inggris
24 minggu, tapi tidak pada permintaan
Hanya jika dilakukan seumur hidup, kesehatan, alasan ekonomi dan sosial dan jika dilakukan dengan persetujuan dari dua praktisi medis di tempat yang disetujui.

Dari sekian fakta kami dapatkan tentang aborsi di dunia, ini telah menunjukan bahwa aborsi dengan indikasi-indikasi tertentu yang dapat membahayakan ibu atau janin yang akan lahir, membuat sebagian besar Negara-negara di dunia memperbolehkan untuk melakukan aborsi
2.4    Kasus Janin dengan Down Syndrome dan Kelainan Jantung Bawaan (AVSD)
Dari kasus yang kami dapatkan, diketahui bahwa janin mengalami Down Syndrome dan mengalami kelainan jantung bawaan yaitu atrioventrikular septal defect (AVDS). Setelah kami mengkajinya, penyakit-penyakit tersebut memang  akan sangat memberatkan hidupnya kelak. Anak-anak dengan Down Syndrome memerlukan beberapa terapi khusus untuk mengembangkan tubuhnya. Stimulasi dini diperlukan untuk mengembangkan kemampuan bicaranya, olah tubuh dan mengembangkan otot-ototnya yang cenderung lemah. Fisioterapi perlu dilakukan pada tahap perkembangan otot kasar, agar anak dapat menggerakkan tubuhnya secara benar. Anak dengan Down Syndrome juga mempunyai peluang yang lebih tinggi terlahir dengan kelainan jantung bawaan dengan kejadian mencapai 40-60%. Salah satu kelainan jantung bawaan yang sering diderita anak yang terlahir dengan down syndrome adalah atrioventrikular septal defect (AVSD) yang telah dipastikan akan diderita janin pada kasus ini. AVSDs diartikan sebagai adanya lubang di dinding antara atrium dan ventrikel akibat kegagalan pembentukan jaringan selama fase embrionik.
Untuk penanganan yang harus dilakukan adalah berupa pemberian obat diuretik untuk mengurangi penumpukan cairan di tubuh dan mengatur sirkulasi darah agar kerja jantung tidak berat. Penurunan berat badan sering terjadi adanya masalah pada penyerapan kalori selain itu bayipun sering kehilangan nafsu makan. Untuk itu diperlukan formula dengan kalori tinggi dan untuk administrasinya bisa melalui nasogastric tube.
Didapatkan data 44 % syndrom down hidup sampai 60 tahun dan hanya 14 % hidup sampai 68 tahun. Tingginya angka kejadian penyakit jantung bawaan pada penderita ini yang mengakibatkan 80 % kematian. Meningkatnya resiko terkena leukimia pada syndrom down adalah 15 kali dari populasi normal. Penyakit Alzheimer yang lebih dini akan menurunkan harapan hidup setelah umur 44 tahun.
Sebagian besar kasus AVSDs memerlukan operasi yang biasanya dilakukan pada usia 6 bulan pertama, namun demikian terkadang masih ada kelainan yang tersisa seperti katup yang tidak sempurna pada AVSDs.
Jadi dapat kita lihat bahwa janin yang mengalami penyakit-penyakit tersebut jika dibiarkan hidup, dia akan mengalami berbagai penderitaan. Harus mengikuti berbagai pengobatan yang kompleks, harus bergantung pada orang lain selama hidupnya, belum lagi masalah sosial yang akan dihadapi. Oleh sebab itu, keputusan aborsi sangat beralasan karena mempertimbangkan kehidupan janin kelak.





BAB III
                                             PENUTUP
3.1     Simpulan
Berdasarkan aspek hukum di Indonesia, aborsi dapat dilakukan jika ada indikasi kegawatdaruratan medis, seperti menyelamatkan nyawa ibu, atau karena janin dalam kandungan mengalami penyakit genetik berat dan cacat bawaan sehingga akan mempersulit hidupnya kelak. Permasalahan ini telah memperoleh jawaban secara hukum dengan adanya pasal 75 ayat (1),pasal 76, pasal 77 pada Undang-undang No. 36 Tahun 2004 tentang Kesehatan.  Begitu pula di berbagai negara di luar negeri, memperbolehkan untuk aborsi jika ada indikasi kegawatdaruratan medis, seperti di Inggris dan negara lainnya di Eropa.
Jadi dapat disimpulkan, bahwa kasus yang kami kaji, yaitu janin yang mengalami Down Syndrome dan kelainan janyung bawaan ( AVSD ) memiliki banyak alasan yang tepat dan masuk akal untuk diaborsi karena mempertimbangkan kehidupannya kelak
3.2     Saran
1.      Sebaiknya pemerintah lebih menyebarluaskan mengenai peraturan yang ada mengenai aborsi agar tidak disalahgunakan oleh pihak yang tidak berwenang
2.      Pemerintah juga harus tegas dalam mengaplikasikan peraturan ini di masyarakat, sehingga masyarakat akan mengerti perbedaan tindakan aborsi mana yang memang patut dilakukan demi keselamatan seseorang, dan aborsi yang tidak bertanggung jawab.


DAFTAR PUSTAKA

http://downsyndrome.nacd.org/heart_disease.php
http://klinikanakonline.com/2010/10/24/down-syndrome-deteksi-dini-pencegahan-dan-penatalaksanaan-sindrom-down/
http://www.un.org/en/development/desa/population/publications/pdf/policy/WorldAbortionPolicies2013/WorldAbortionPolicies2013_WallChart.xls
PP RI no. 62 tahun 2004 tentang Kesehatan Reproduksi
Roizen NJ. Down syndrome: progress in research. Ment Retard Dev Disabil Res Rev. 2001;7(1):38-44. [Medline].

UU RI no 36 tahun 2009 tentang Kesehatan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar