ABORTION
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam dunia medis, profesionalisme seorang
dokter tentulah harus dijunjung tinggi, karena profesionalisme ini memegang
peranan yang sangat penting dalam praktek kedokteran dan merupakan wujud
tanggung jawab seorang dokter dalam menjalankan profesinya. Profesionalisme
seorang dokter dapat dilihat dari caranya berkomunikasi dan berinteraksi dengan
pasien maupun praktisi medis lainnya, berperilaku, juga dalam menghadapi sebuah
kasus yang dapat dikatakan kontroversial.
Salah satu kasus yang sedang hangat
diperbincangkan saat ini dalam praktik kedokteran adalah mengenai aborsi. Permasalahan
ini masih menjadi pro dan kontra sampai sekarang. Banyak orang beranggapan
bahwa aborsi adalah tindakan yang tidak manusiawi karena tindakan ini dianggap
melakukan pembunuhan. Tidak hanya masyarakat awam, orang-orang dengan latar
belakang kesehatan pun masih banyak yang menentang tindakan aborsi ini.
Namun, karena beberapa alasan medis
aborsi telah dilegalkan di berbagai negara di dunia, sebut saja Australia,
Belanda, Kanada, Jerman, dan Amerika Serikat. Begitu pula di Indonesia,
tindakan aborsi juga telah dilegalkan sejak beberapa tahun yang lalu, tentunya
dengan kondisi-kondisi dan alasan-alasan tertentu. Legalnya tindakan aborsi ini
secara khusus dilatarbelakangi oleh pendapat para tenaga kesehatan yang merasa
bahwa tindakan aborsi memang wajar untuk dilakukan, apabila memang keadaannya
tidak memungkinkan sang janin untuk dilahirkan. Kelaianan kongenital pada bayi merupakan
salah satu penyebab mengapa seorang wanita ingin menggugurkan kadungannya
Di Indonesia sendiri, aborsi merupakan
salah satu masalah yang sering terjadi. Kegiatan aborsi ini juga mengundang pro
dan kontra dari opini masyarakat. Sehingga timbul rasa kebingungan mengenai
legal atau tidaknya tindakan ini jika dilakukan oleh seseorang. Padahal, aborsi sendiri dapat dikatakan
legal apabila kehamilan tersebut dapat mengancam nyawa ibu dan atau janin itu sendiri. Ancaman
dapat berupa penyakit genetika berat atau cacat bawaan yang menyulitkan bayi untuk
hidup di luar kandungan
Pada kasus yang kami dapatkan,
diketahui seorang ibu dan suaminya yang sedang melakukan konseling
kehamilannya, didapatkan bahwa janinnya kelak akan mengalami Down Syndrome yang
merupakan penyakit genetik disertai kelainan jantung bawaan yaitu atrioventrikular
septal defect (AVSD). Penyakit ini merupakan penyakit yang genetic yang sangat
berat, dimana janin akan mengalami penderitaan selama hidupnya. Oleh sebab itu
dalam makalah ini, kami akan membahas mengenai alasan mengapa aborsi dibenarkan
pada kasus ini dari segala aspek.
1.2
Dasar Teori
1.2.1 Medical Professionalism
Medical Profesionalism merupakan tanggung jawab dari
profesi tenaga medis dalam hal berkomunikasi dan berinteraksi dengan pasien dan
masyarakat. Dalam artian singkatnya, merupakan prosionalisme medis seorang
dokter dalam berperilaku. Pada Medical
professionalism terdapat tiga pilar utama, yaitu Personal Attributes,
yang mengatur mengenai kepribadian yang wajib dimiliki seorang dokter meliputi
empati, jujur, dan tanggung jawab, Medical Ethic, yang merupakan
pedoman-pedoman bagi seorang dokter dalam penerapan etika terhadap situasi
praktik, dan Medical Law, yang mengandung aspek-aspek hukum yang
mengatur mengenai pelayanan kesehatan dan hubungan dokter-pasien.
1.2.2 Aborsi
Aborsi
biasanya dikenal oleh masyarakat awam dengan menggugurkan kandungan. Namun
dalam dunia kedokteran, aborsi berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan
sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Istilah
lain yang secara resmi dipakai dalam kalangan kedokteran dan hukum ialah Aborsi provocatus. Ada cukup banyak
pengartian mengenai aborsi di dalam dunia kesehatan. Menurut Fact Abortion, Info Kit on Women’s Health
oleh Institute for Social, Studies, and Action, Maret 1991, aborsi
didefinisikan sebagai penghentian kehamilan setelah tertanamnya ovum yang telah
dibuahi di rahim, sebelum janin (fetus) mencapai 20 minggu. Sedangkan oleh Js.
Badudu dan Sultan Mohamad Zair (1996) aborsi didefinisikan sebagai terjadinya
keguguran janin, diana melakukan aborsi berarti melakukan pengguguran dengan
sengaja karena tidak menginginkan bakal bayi yang dikandung itu.
Tindakan
aborsi ini bukanlah hal yang baru di dunia kesehatan dunia maupun di Indonesia.
Sudah sejak lama pula aborsi telah menjadi perdebatan dan memunculkan
kontroversi di tengah-tengah ahli kesehatan Indonesia. Permasalahan ini masih
terus menjadi pro dan kontra hingga saat ini.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Aborsi
Menurut Hukum di Indonesia
Aborsi
memang merupakan polemik yang tak asing diseluruh dunia, termasuk Indonesia.
Berbagai pendapatpun berkembang dimasyarakat, Berbagai pendapat dilontarkan
untuk menyatakan pro maupun kontra terhadap tindakan tersebut. Namun, permasalahan
ini telah memperoleh jawaban secara hukum pada tanggal 6 Oktober 2005 dengan
dikeluarkannya Undang-Undang 39 tahun 2004 tentang Kesehatan
Pasal 75
(1)
Setiap orang dilarang melakukan
aborsi.
(2)
Larangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
a.
indikasi kedaruratan medis yang
dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau
janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang
tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar
kandungan; atau
b.
kehamilan akibat perkosaan yang dapat
menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.
(3)
Tindakan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan
pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh
konselor yang kompeten dan berwenang.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 76
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat
dilakukan:
a.
sebelum kehamilan berumur 6 (enam)
minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan
medis;
b.
oleh tenaga kesehatan yang memiliki
keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh
menteri;
c.
dengan persetujuan ibu hamil yang
bersangkutan;
d.
dengan izin suami, kecuali korban
perkosaan; dan
e.
penyedia layanan kesehatan yang memenuhi
syarat yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 77
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari
aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak
bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan
norma agama dan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Selain itu,
tindakan aborsi legal juga dipertegas dengan dibuatnya Peraturan Pemerintah No.
62 tahun 2004 tentang Kesehatan Reproduksi sebagai dasar penegakan hukum.
Pasal 31 ayat (1) tersebut menyatakan bahwa :
“Tindakan aborsi hanya dapat dilakukan berdasarkan:
a.
indikasi kedaruratan medis; atau
b. kehamilan akibat perkosaan.”
Pasal 31 ayat (2)
“Tindakan aborsi akibat perkosaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama berusia 40 (empat
puluh) hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir.”
Pernyataan Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2) kemudian dijelaskan lebih rinci
pada pasal 32 ayat (1) dan (2) yang menyatakan bahwa
(1) Indikasi kedaruratan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat
(1) huruf a dan b yang meliputi:
a. kehamilan yang mengancam nyawa
dan kesehatan ibu; dan/atau
b. kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan janin, termasuk yang
menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat
diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan.
(2) Penanganan indikasi kedaruratan medis sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan sesuai dengan standar.
2.2 Aborsi menurut Deklarasi Oslo (1970)
Dalam deklarasi Oslo (1970) tentang
pengguguran kandungan atas indikasi medik, disebutkan bahwa moral dasar yang
dijiwai seorang dokter adalah butir Lafal Sumpah Dokter yang berbunyi : ”Saya akan menghormati hidup insani sejak
saat pembuahan : oleh karena itu Abortus buatan dengan indikasi medik, hanya
dapat dilakukan dengan syarat-syarat berikut”:
1. Pengguguran hanya dilakukan sebagai suatu tindakan terapeutik
2. Suatu keputusan untuk menghentikan kehamilan, sedapat mungkin disetujui
secara tertulis oleh dua orang dokter yang dipilih berkat kompetensi
profesional mereka.
3. Prosedur itu hendaklah dilakukan seorang dokter yang kompeten di instalasi
yang diakui oleh suatu otoritas yang sah.
4. Jika dokter itu
merasa bahwa hati
nuraninya tidak memberanikan
ia melakukan pengguguran tersebut, maka ia hendak mengundurkan diri dan
menyerahkan pelaksanaan tindakan medik itu kepada sejawatnya yang lain yang
kompeten.
5.
Selain memahami dan menghayati sumpah
profesi dan kode etik, para tenaga kesehatan perlu pula
meningkatkan pemahaman agama
yang dianutnya. Melalui pemahaman
agama yang benar, diharapkan para tenaga kesehatan dalam menjalankan profesinya
selalu mendasarkan tindakannya kepada tuntunan agama.
2.3 Aborsi di Dunia
Di Inggris, ini terdapat hukum yang
membenarkan penghentian kehamilan dengan beberapa ketentuan seperti yang
dituangkan dalam pasal-pasal pada Undang-Undang di Inggris seperti ini,
Berdasarkan ketentuan
dari bagian ini, seseorang tidak akan bersalah karena melakukan kejahatan di
bawah hukum yang berkaitan dengan aborsi saat kehamilan diakhiri oleh seorang
praktisi medis yang terdaftar jika dua praktisi medis yang terdaftar berpendapat,
dibentuk dengan itikad baik -
(a) bahwa kehamilan tidak melebihi minggu kedua puluh empat
dan bahwa kelanjutan kehamilan akan melibatkan risiko, lebih besar daripada
jika kehamilan dihentikan, cedera pada kesehatan fisik atau mental wanita hamil
atau ada anak keluarganya; atau
(b) bahwa penghentian diperlukan untuk mencegah cedera
permanen besar bagi kesehatan fisik atau mental ibu hamil; atau
(c) bahwa kelanjutan kehamilan akan melibatkan resiko bagi
kehidupan wanita hamil, lebih besar daripada jika kehamilan dihentikan; atau
(d) bahwa ada risiko besar bahwa jika anak lahir akan
menderita kelainan fisik atau mental seperti menjadi cacat serius.
Menurut PBB, 98 dari 176 negara di
PBB menyetujui penghentian kehamilan dengan gangguan janin. Hal ini berlaku untuk
kasus kami, di mana anak memiliki Down Syndrome, kelainan jantung termasuk
cacat atrioventrikular-septal. Selain itu, yang mana merupakan penyakit genetik
yang sangat berat dalam hidupnya.
Berikut
adalah tabel yang menunjukan hukum aborsi dibeberapa Negara di Eropa
berdasarkan penelitian BBC dan Internasional Planned Parenthood Federation Summary
Negara
|
Batas Gestational untuk permintaan Aborsi
|
Rincian Ketentuan
|
|
Kanada
|
Kehamilan
penuh
|
Tidak
ada pembatasan
|
|
Austria
|
3 bulan
|
Harus
memiliki kondisi medis
|
|
Republik Ceko
|
12 minggu
|
Aborsi harus
disetujui oleh komisi medis dan dilakukan di rumah sakit. Sebuah aborsi
kedua tidak diizinkan dalam waktu enam bulan.
|
|
Denmark
|
12 minggu
|
Setelah 12
minggu, aborsi harus disetujui oleh komite.
|
|
Finlandia
|
0 minggu,
dengan banyak pengecualian
|
12 minggu
untuk menyelamatkan nyawa wanita,
kesehatan mental, pemerkosaan dan inses. 20 minggu jika risiko terhadap
kesehatan fisik. 24 minggu jika risiko "malformasi janin"
|
|
Perancis
|
12 minggu
|
Harus
dalam "keadaan tertekan." Beberapa pengecualian setelah 12
minggu.
|
|
Jerman
|
12 minggu
|
Konseling
diperlukan setidaknya 3 hari sebelum aborsi. Konseling harus mencoba
meyakinkan wanita untuk melanjutkan kehamilan.
|
|
Yunani
|
12 minggu
|
Beberapa
pengecualian setelah 12 minggu.
|
|
Irlandia
|
0 minggu
|
Perkecualian
jika kehidupan ibu beresiko.
|
|
Italia
|
12-13
minggu, tapi tidak pada permintaan
|
Persyaratan
longgar diperlukan.
|
|
Belanda
|
13 minggu,
tetapi sampai viabilitas jika dalam keadaan tertekan
|
Masa tunggu
5 hari yang diperlukan.
|
|
Polandia
|
0 minggu
|
Diizinkan
sampai 12 minggu untuk menyimpan wanita hidup, kesehatan atau dalam
kasus pemerkosaan, inses ataugangguan janin.
|
|
Swedia
|
18 minggu
|
"Alasan
kuat" yang dibutuhkan untuk aborsi hingga 22 minggu.
|
|
Inggris
|
24
minggu, tapi tidak pada permintaan
|
Hanya jika
dilakukan seumur hidup, kesehatan, alasan ekonomi dan sosial dan jika
dilakukan dengan persetujuan dari dua praktisi medis di tempat yang
disetujui.
|
Dari
sekian fakta kami dapatkan tentang aborsi di dunia, ini telah menunjukan bahwa
aborsi dengan indikasi-indikasi tertentu yang dapat membahayakan ibu atau janin
yang akan lahir, membuat sebagian besar Negara-negara di dunia memperbolehkan
untuk melakukan aborsi
2.4
Kasus Janin dengan Down Syndrome dan Kelainan Jantung Bawaan (AVSD)
Dari kasus
yang kami dapatkan, diketahui bahwa janin mengalami Down Syndrome dan mengalami
kelainan jantung bawaan yaitu atrioventrikular septal defect (AVDS). Setelah
kami mengkajinya, penyakit-penyakit tersebut memang akan sangat memberatkan hidupnya kelak.
Anak-anak dengan Down Syndrome memerlukan beberapa terapi khusus untuk
mengembangkan tubuhnya. Stimulasi dini diperlukan untuk mengembangkan kemampuan
bicaranya, olah tubuh dan mengembangkan otot-ototnya yang cenderung lemah.
Fisioterapi perlu dilakukan pada tahap perkembangan otot kasar, agar anak dapat
menggerakkan tubuhnya secara benar. Anak dengan Down Syndrome juga mempunyai
peluang yang lebih tinggi terlahir dengan kelainan jantung bawaan dengan
kejadian mencapai 40-60%. Salah satu kelainan jantung bawaan yang sering
diderita anak yang terlahir dengan down syndrome adalah atrioventrikular septal
defect (AVSD) yang telah dipastikan akan diderita janin pada kasus ini. AVSDs
diartikan sebagai adanya lubang di dinding antara atrium dan ventrikel akibat
kegagalan pembentukan jaringan selama fase embrionik.
Untuk
penanganan yang harus dilakukan adalah berupa pemberian obat diuretik untuk
mengurangi penumpukan cairan di tubuh dan mengatur sirkulasi darah agar kerja
jantung tidak berat. Penurunan berat badan sering terjadi adanya masalah pada
penyerapan kalori selain itu bayipun sering kehilangan nafsu makan. Untuk itu
diperlukan formula dengan kalori tinggi dan untuk administrasinya bisa melalui
nasogastric tube.
Didapatkan
data 44 % syndrom down hidup sampai 60 tahun dan hanya 14 % hidup sampai 68
tahun. Tingginya angka kejadian penyakit jantung bawaan pada penderita ini yang
mengakibatkan 80 % kematian. Meningkatnya resiko terkena leukimia pada syndrom
down adalah 15 kali dari populasi normal. Penyakit Alzheimer yang lebih dini
akan menurunkan harapan hidup setelah umur 44 tahun.
Sebagian
besar kasus AVSDs memerlukan operasi yang biasanya dilakukan pada usia 6 bulan
pertama, namun demikian terkadang masih ada kelainan yang tersisa seperti katup
yang tidak sempurna pada AVSDs.
Jadi dapat
kita lihat bahwa janin yang mengalami penyakit-penyakit tersebut jika dibiarkan
hidup, dia akan mengalami berbagai penderitaan. Harus mengikuti berbagai
pengobatan yang kompleks, harus bergantung pada orang lain selama hidupnya,
belum lagi masalah sosial yang akan dihadapi. Oleh sebab itu, keputusan aborsi
sangat beralasan karena mempertimbangkan kehidupan janin kelak.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan aspek
hukum di Indonesia, aborsi dapat dilakukan jika ada indikasi kegawatdaruratan
medis, seperti menyelamatkan nyawa ibu, atau karena janin dalam kandungan
mengalami penyakit genetik berat dan cacat bawaan sehingga akan mempersulit
hidupnya kelak. Permasalahan ini telah memperoleh jawaban secara hukum dengan adanya
pasal 75 ayat (1),pasal 76, pasal 77 pada Undang-undang No. 36 Tahun 2004
tentang Kesehatan. Begitu pula di
berbagai negara di luar negeri, memperbolehkan untuk aborsi jika ada indikasi
kegawatdaruratan medis, seperti di Inggris dan negara lainnya di Eropa.
Jadi dapat
disimpulkan, bahwa kasus yang kami kaji, yaitu janin yang mengalami Down Syndrome
dan kelainan janyung bawaan ( AVSD ) memiliki banyak alasan yang tepat dan
masuk akal untuk diaborsi karena mempertimbangkan kehidupannya kelak
3.2 Saran
1.
Sebaiknya pemerintah lebih menyebarluaskan mengenai peraturan yang ada
mengenai aborsi agar tidak disalahgunakan oleh pihak yang tidak berwenang
2.
Pemerintah juga harus tegas dalam mengaplikasikan peraturan ini di
masyarakat, sehingga masyarakat akan mengerti perbedaan tindakan aborsi mana
yang memang patut dilakukan demi keselamatan seseorang, dan aborsi yang tidak
bertanggung jawab.
DAFTAR PUSTAKA
http://downsyndrome.nacd.org/heart_disease.php
http://klinikanakonline.com/2010/10/24/down-syndrome-deteksi-dini-pencegahan-dan-penatalaksanaan-sindrom-down/
http://www.un.org/en/development/desa/population/publications/pdf/policy/WorldAbortionPolicies2013/WorldAbortionPolicies2013_WallChart.xls
PP RI no.
62 tahun 2004 tentang Kesehatan Reproduksi
Roizen NJ.
Down syndrome: progress in research. Ment Retard Dev Disabil Res Rev.
2001;7(1):38-44. [Medline].
UU RI no 36
tahun 2009 tentang Kesehatan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar