BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu bentuk dari hak
asasi manusia yaitu hak asasi berpolitik (Sucipta,2011:81). Selain merupakan hak, politik juga
merupakan kewajiban setiap warga negara dalam membangun suatu negara yang demokratis. Contoh
dari kegiatan politik adalah pilkada. Sebagai warga negara yang baik kita wajib
berpartisipasi baik sebagai pemilih atau yang dipilih dalam pilkada di
daerahnya masing-masing.
Namun tidak dapat dipungkiri pelaksanaan
pilkada di berbagai daerah sering
menimbulkan kericuhan. Keributan dalam
pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) memang menjadi fenomena yang
menonjol akhir-akhir ini. Beberapa contoh kerusuhan akibat pilkada yang pernah
diberitakan oleh media massa seperti pembakaran kantor KPUD salah satu provinsi
di pulau Sumatra, anggota
KPUD di Jakarta yang telah terbukti melakukan korupsi dana pilkada, dan masih
banyak lagi. Dari sejumlah pilkada
selama ini, sangat sedikit yang berjalan dengan mulus. Lebih banyak kegiatan
demokrasi itu ditandai dengan konflik, bahkan disertai dengan tindakan anarkis.
Tindakan tersebut disebabkan oleh kecurigaan mengenai pilkada yang tidak jujur,
adil dan terintimidasi oleh politik uang. Sikap-sikap tersebut menjadi sebuah
tanda bahwa dalam berdemokrasi kedewasaan belum menjadi mental masyarakat dan
elite politik. Dengan kata lain, sebagian besar masyarakat dan elite politik
tersebut belum mampu menunjukkan kematangan diri dalam berpolitik.
Bertolakbelakang dengan
kericuhan-kericuhan yang sering melanda pesta demokrasi di beberapa daerah, pilkada yang baru-baru ini dilakukan
di Bali yaitu pemilihan gubernur pada tanggal 15 Mei 2013, telah berlangsung
dengan damai dan lancar. Dalam pemilihan ini berhasil dimenangkan pasangan Made
Mangku Pastika dan Ketut Sudikerta sebagai Gubernur dan wakil Gubernur, dengan
kemenangan selisih kurang dari 1% dari pesaingnya, yaitu pasangan yaitu Anak
Agung Ngurah Puspayoga - Dewa Nyoman Sukrawan.
Walaupun
hasil yang berimbang, dengan peta kekuatan politik di masing-masing kabupaten
yang berbeda-beda, namun tidak membuat kedamaian dan keutuhan Bali terusik.
Sikap dewasa yang membuat masyarakat bali dapat mempertahankan keutuhannya dan
kerukunan serta tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat anarkis. Sikap
dewasa yang diterapkan oleh masayarakat Bali merupakan hasil dari penghayatan
konsep Tri Hita Karana.
Tri
Hita Karana mengajarkan bahwa setiap manusia harus mengadakan hubungan yang
harmonis kepada Tuhan, sesama dan alam. Mengimplementasi ajaran ini dapat
membuat segala kegiatan yang dilakukan berjalan lancar tanpa menimbulkan
musibah termasuk dalam pilkada Bali 2013. Seluruh komponen masyarakat bali dan
juga elite politik di Bali mengamalkan ajaran Tri Hita Karana. Pesta demokrasi
di Bali ini pun berjalan lancar walaupun terdapat persaingan sengit dalam angka
perolehan suara kedua pasangan. Masyarakat bali bisa mengontrolnya dan menahan
diri dari sikap emosional yang dapat membuat tindakan-tindakan tidak terpuji.
Sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Pemahaman Tri Hita Karana
pada seluruh komponen masyarakat dan pemerintah serta elite pilitik di Bali
memiliki peran besar dalam kelangsungan pilkada Bali yang damai.
Berdasarkan
latar belakang tersebut, maka penulis kemudian mendalami lebih dalam mengenai
Tri Hita Karana sebagai konsep yang menjadi kunci keberhasilan masyarakat Bali
dalam mewujudkan pilkada Bali 2013 yang damai melalui pembuatan makalah yang
berjudul Konsep Tri Hita Karana sebagai Dasar Pendewasaan Masyarakat dalam Pilkada
Bali.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana pemahaman konsep Tri Hita
Karana sebagai dasar pendewasaan masyarakat dalam pilkada Bali?
2. Bagaimana sikap-sikap yang mencerminkan
kedewasaan dalam berdemokrasi sehingga telah terwujudnya pilkada Bali yang
damai?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulis membuat karya tulis ini, antara
lain:
1.
Untuk
mengetahui pemahaman konsep Tri Hita Karana sebagai dasar pendewasaan masyarakat pada pilkada Bali.
2.
Untuk
mengetahui sikap-sikap yang mencerminkan kedewasaan berdemokrasi sehingga telah terwujudnya pilkada
Bali yang damai.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat
penulisan yang ingin dicapai dari pembuatan karya tulis ini, antara lain:
1.
Bagi Penulis
Penulisan ini
dapat memberikan pengalaman langsung kepada penulis dalam membuat makalah kewarganegaraan, selain itu juga menambah wawasan mengenai demokrasi khususnya mengenai pilkada yang demokratis.
2.
Bagi Pembaca
Manfaat yang
dapat dipetik dari pembaca yaitu pembaca mendapatkan informasi mengenai cara mewujudkan kedewasaan dalam
berdemokrasi khususnya dalam pilkada.
BAB
2
KAJIAN
TEORI
2.1 Demokrasi
Kata demokrasi berasal dari bahasa
Yunani yaitu “demos” yang berarti rakyat dan “kratos” yang berarti
pemerintahan. Sehingga demokrasi dapat diartikan kekuasaan tertinggi berada
ditangan rakyat atau pemerintahan rakyat. Demokrasi juga dapat diartikan
sebagai pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Itu berarti rakyat menunjuk wakilnya yang berasal dari rakyat untuk menduduki
jabatan dipemerintahan dalam menyalurkan aspirasi rakyat demi kesejahteraan
rakyat. (http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi)
2.2 Pilkada
Pilkada atau pemilihan kepala daerah
adalah pemilihan orang-orang untuk menempati jabatan dipemerintahan tingkat
daerah yang dilakukan secara langsung oleh penduduk daerah
administratif setempat
yang memenuhi syarat. Pilkada digunakan untuk memilih Gubernur, Bupati,
Wali Kota beserta wakil-wakilnya.
2.3 Tri Hita Karana
Tri Hita Karana merupakan ajaran dalam
agama hindu yang menitik beratkan pada kerukunan dan kedamaian. Tri berarti
tiga. Hita berarti sejahtera. Dan Karana berarti penyebab. Sehingga Tri Hita
Karana padat diartikan sebagai tiga penyebab kesejahteraan. Bagian dari Tri
Hita Karana tersebut adalah parahyangan,
pawongan, dan palemahan. Parahyangan
berasal dari kata “hyang” yang artinya Tuhan. Parahayangan berarti ketuhanan atau hal-hal yang berkaitan dengan
keagamaan dalam rangka memuja Tuhan Yang Maha Esa. Dalam ajaran Tri Hita Karana
ini Parhyangan ini memiliki arti hubungan yang harmonis kepada Tuhan Yang Maha
Esa. Pawongan berasal dari kata
“wong” (dalam bahasa jawa) yang artinya orang. Pawongan adalah hal yang berkaitan
dengan orang dalam kehidupan masyarakat. Pawongan
juga memiliki arti hubungan yang harmonis pada sesama manusia. Palemahan berasal dari kata “lemah” yang
artinya tanah. Palemahan juga berati
bhuwana atau alam. Dalam artian yang sempit palemahan
berarti wilayah suatu pemukiman atau tempat tinggal. Dalam ajaran Tri Hita
Karana disebutkan bahwa manusia harus menjaga hubungan yang harmonis kepada
alam.
BAB
3
PEMBAHASAN
3.1
Pemahaman Konsep Tri Hita Karana Sebagai Dasar Pendewasaan Masyarakat Dalam
Pilkada Bali
Pesta
demokrasi terbesar di Bali telah usai beberapa waktu yang lalu. Pilkada Bali
2013 yang dilaksanakan pada Rabu, 15 Mei 2013 merupakan momen penting bagi masyarakat Bali untuk
menentukan Gubernur Bali periode 2013–2018.
Pilkada Bali diikuti dua pasangan calon yakni Anak Agung Ngurah
Puspayoga-Dewa Nyoman Sukrawan dan Made Mangku Pastika-Ketut Sudikerta. KPU Provinsi Bali menjadwalkan pleno penetapan
calon gubernur dan calon wakil gubernur terpilih pada Minggu, 26 Mei 2013.
Rapat pleno akhirnya memenangkan pasangan Pasti-Kerta dengan selisih
kedua pasangan 996 suara atau hanya sekitar 0,04 % dari lawannya. Berdasarkan hasil
rekapitulasi KPU Provinsi Bali perolehan suara yang didapat pasangan
Pasti-Kerta berjumlah total 1.063.734, dan untuk
masing-masing kabupaten/kota di Bali yakni di Kota Denpasar (104.429),
Kabupaten Badung (131.978), Tabanan (123.291), Jembrana (61.816), Buleleng
(220.702), Bangli (64.838), Karangasem (159.050), Klungkung (70.490) dan
Gianyar (127.140) suara.
Hasil rekapitulasi
ini memang banyak menuai protes dari berbagai pihak. Selisih yang kurang dari
1% suara memang tidak memuaskan masyarakat karena hasil yang “untung-untungan”.
Belum lagi kecurigaan dan saling tuduh dalam pelanggaran pada saat sebelum
pilkada ataupun saat penghitungan suara. Hal ini cenderung membuat isu adanya
perpecahan pada masyarakat Bali
karena kekuatan politik
yang berbeda-beda
di setiap kabupaten. Namun masyarakat Bali telah dewasa. Tidak terdengar
tindakan-tindakan atau kegiatan anarkis yang dapat merusak kedamaian Bali.
Walau persaingan sengit dalam pilkada tidak berarti seluruh pihak menghalalkan
berbagai cara agar situasi dan keadaan sesuai kehendaknya.
Sikap dewasa
memang sangat dikembangkan untuk menghindari keguncangan di Bali. Diterapkan
suatu konsep yang dapat dipahami oleh masyarakat dalam pendewasaan ditengah
pelaksanaan demokrasi ini. Konsep sederhana yang menekankan pada hubungan
harmonis untuk mewujudkan suatu kedamaian dalam hidup bersama.
Tri Hita Karana merupakan pemahaman sederhana mengenai hubungan-hubungan dalam
mewujudkan kedamaian dan kerukunan. Jika dihayati dengan baik, maka pelaksanaan
pilkada yang anarkis tidak terjadi. Konsep ini dapat ditanam kepada setiap
orang dan dapat diimplementasikan ke segala aspek kehidupan termasuk politik.
Tri Hita Karana merupakan kunci dari keberhasilan Pilkada Bali yang berlangsung
damai dan lancar. Dalam ajaran Tri Hita Karana disebutkan bahwa manusia
harus menjaga hubungan yang harmonis kepada Tuhan, sesama, dan alam.
Pada zaman Majapahit Tri Hita Karana merupakan
salah satu dari delapan belas rahasia sukses pemimpin besar Nusantara Gajah
Mada pada waktu itu. Gajah Mada memasukkan konsep ajaran Tri Hita Wacana yang
harus diikuti oleh para pemimpin Majapahit untuk mewujudkan cita-citanya mempersatukan
Nusantara. Konsep Tri Hita Karana memang sudah diterapkan oleh Gajah Mada dan
berhasil membuat kerajaan Majapahit
sebagai kerajaan besar dan disegani. Tri Hita Wacana yang dirumuskan oleh Gajah Mada, kini
lebih dikenal dengan ajaran Tri Hita Karana merupsksn sebuah doktrin yang dapat
mewujudkan keseimbangan dalam politik di negeri ini. Pengimplementasian Tri
Hita Karana secara utuh akan membuat negeri ini selaras, serasi, dan harmonis.
Konsep pertama dari Tri Hita Karana adalah Parahyangan, yang mengajarkan bagaimana
hubungan antara manusia dan Tuhan. Apapun yang terjadi merupakan kehendakNya.
Ajaran agama yang menjadi pedoman dalam mengadakan hubungan dengan Tuhan patut
untuk terus didalami dan dilaksanakan sepanjang hidup untuk kehidupan moral
yang lebih baik. Dalam ajaran agama hidup juga terdapat ajaran Karma Phala
dimana setiap perbuatan akan mendapat hasil yang setimpal sesuai dengan tingkat
baik dan buruknya. Itu semua merupakan kuasa Tuhan atau Sang Hyang Widhi.
Begitu pula dalam berdemokrasi serta menjalankan pemerintahan, segala sesuatu
tindakan harus tetap sejalan dengan ajaran agama, sehingga hasilnya pun akan
baik dan tidak menimbulkan masalah.
Hari-hari sebelum Pilkada Bali diselenggarakan,
seluruh pihak KPU Provinsi Bali melakukan persembahyangan hampir ke seluruh
kabupaten di Bali, “nunas ica” memohon kelancaran pada saat pemilihan gubernur
nanti. Bukan hanya itu, sesudah pilkada berlangsungpun, KPU Provinsi Bali juga menggelar
sembahyang bersama forum komunikasi pimpinan daerah dan para peserta pilkada
sebelum rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara di tingkat provinsi.
Persembahyangan berjamaah dilaksanakan pada 24 Mei 2013 pukul 09.00 Wita di
Pura Agung Jagatnatha Denpasar. Persembahyangan ini juga sebagai ucapan syukur
karena tahapan-tahapan
pelaksanaan Pilkada Bali dalam keadaan kondusif dan damai. Hal ini merupakan cerminan, bahwa dengan
hubungan harmonis terhadap Tuhan kegiatan-kegiatan yang dilakukan akan berjalan
dengan lancar.
Konsep yang
kedua adalah Pawongan, Pawongan
mengajarkan untuk mengimplementasian hubungan yang harmonis antar sesama
manusia. Memang tidak dipungkiri segala aspek kehidupan kita selalu membutuhkan
orang lain. Hubungan itu diwujudkan
dalam berbagai konteks kehidupan, seperti juga pada politik. Dalam berpolitik
sangat diperlukan hubungan yang harmonis kepada sesama manusia agar politik
yang dijalankan tidak menyebabkan kerugian pada semua pihak terutama pada
rakyat.
Pemahaman Pawongan
sangat penting dalam kelangsungan pilkada di Bali. Salah satu wujudnya adalah
ketika hampir seluruh masyarakat Bali menggunakan hak pilihnya menentukan siapa
yang pantas menjadi orang nomer satu di Bali dalam pilkada beberapa waktu yang
lalu. Walaupun angka golongan putih (golput) sekitar 26%, namun angka ini masih
jauh lebih baik di beberapa daerah lain yang telah melangsungkan pilkada. Ini
membuktikan masyarakat telah sadar bahwa partispasi setiap orang untuk
mewujudkan Bali yang harmonis sangat penting, karena dengan memilih orang yang
tepat maka keselarasan hubungan pemerintah dengan masyarakat akan membuat
harapan tersebut terwujud.
( http://antaranews.com/berita/37642/golput-pilkada-bali-capai-26-persen)
Hasil perolehan suara yang berimbang menunjukan
bahwa setiap masyarakat memiliki pemikiran yang berbeda satu sama lain mengenai
kandidat calon gubernur dan wakil gubernur. Namun ditengah berbagai pendapat,
terdapat rasa saling menghargai terhadap perbedaan tersebut. Hasil yang telah
ditetapkan dengan memenangkan Pasti-Kerta tidak membuat masyarakat yang
mendukung pihak lawan, Puspoyoga-Sukrawan sampai melakukan hal-hal yang anarkis
untuk membalikan keadaan yang ada. Kecurigaan akan kecurangan pilkada yang
dapat menimbulkan anarkisme pada masyarakat juga dapat diredam dan diselesaikan
melalui jalur hukum sesuai peraturan yang ada, tidak perlu dengan jalan
kekerasan. Kesadaran akan konsep Pawongan
dimana harus ada hubungan harmonis antar sesama membuat pilkada Bali menjadi
damai.
Konsep yang ketiga adalah Palemahan yang menekankan pada hubungan antara manusia dan
lingkungan. Lingkungan sangat penting dalam kehidupan manusia. Lingkungan yang
baik akan membuat usaha yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan akan
berlangsung dengan baik tanpa hambatan yang berarti. Oleh sebab itu kita baik
sebagai masyarakat dan pemerintah harus koperatif dalam menjaga lingkungan
untuk membuat situasi yang damai, tentram dan asri.
Saat menjelang pilkada Bali 2013, perang baliho
memang terlihat jelas oleh masyarakat. Kader simpatisan saling adu dalam
mengekspresikan bakal calon gubernurnya. Maraknya baliho atau spanduk memang
tidak bisa dihindari karena merupakan “hiasan” dalam pesta demokrasi. Oleh
karena itu, sebagai wujud kepedulian terhadap lingkungan, ketika pilkada usai para
kader simpatisan segera menanggalkan baliho-baliho yang dipasang disepanjang
jalan agar tidak merusak pemandangan. Ini dilakukan karena mereka memiliki
kesadaran lingkungan berpengaruh terhadap kenyamanan setiap orang. Masyarakat
khususnya para kader simpatisan mengerti bahwa mewujudkan pilkada yang damai
bukan hanya sekedar membuat pilkada tidak berjalan anarkis, tetapi juga menjaga
lingkungan yang tetap indah sehingga tidak membuat hambatan dalam mewujudkan
situasi pilkada Bali 2013 yang damai, tentram dan asri.
3.2
Sikap-Sikap Yang Mencerminkan Kedewasaan Dalam Berdemokrasi Sehingga Telah
Terwujudnya Pilkada Bali Yang Damai
Kesadaran dalam
pemahaman Tri Hita Karana akan menumbuhkan sikap dewasa pada setiap orang.
Dengan kedewasaan, maka kita dapat membangun demokrasi yang
sehat dan berbobot dalam politik kita membutuhkan kedewasaan. Sikap menjadi
modal sosial yang sangat penting. Sejumlah keunggulan akan didapatkan dengan
mengembangkan sikap dewasa dalam politik.
Ketidakdewasaan
memang merupakan penghambat bagi demokrasi yang sehat. Ini dapat terjadi karena
ketidakdewasaan mematikan perwujudan demokrasi yang damai. Selain
itu melanggengkan konflik dan sikap anarkis akan
merusak pelaksanaan demokrasi yang kondusif. Tidak bisa dipungkiri bahwa
pilkada merupakan satu instrumen yang sedang diupayakan untuk menumbuhkan
demokrasi. Itu berarti kegagalan pilkada merupakan hambatan untuk membangun
demokrasi. Dendam berkepanjangan akan menjadi bagian dari kehidupan berpolitik.
Situasi seperti ini jelas tidak kondusif untuk perwujudan demokrasi.
Sikap
yang pertama dalam pelaksanaan kedewasaan politik adalah kemampuan menggunakan
nalar sehat. Demokrasi hanya bisa berkembang secara sehat ketika ketika kita
dapat berpikir dan bertindak rasional. Dasar untuk memperjuangkan kebenaran
adalah nalar, bukan emosi atau tangan besi.
Sebagaimana pernah dikatakan Immanuel Kant, seorang filsuf politik dari
Jerman, salah satu kebenaran dari rasionalitas adalah isinya dapat diterima
oleh siapapun. Inilah yang disebutnya sebagai masuk akal. Artinya, apa yang
diupayakan itu adalah sesuatu yang konkrit, dan bukan sebuah utopia. Dengan
demikian perjuangan politik akan dapat diterima kalau itu memang
sungguh-sungguh memiliki rasionalitas yang memadai. Dan tentunya adalah sikap
dewasa pula untuk berani menerima kenyataan seperti ini dalam panggung politik.
Yang
kedua adalah keberanian untuk menerima kekalahan. Ini merupakan implementasi
dari sikap pertama. Dalam demokrasi harus disadari bahwa dalam kompetisi selalu
ada pihak yang kalah dan pihak yang menang. Tanda kedewasaan di sini terlihat
dalam hal kesediaan pihak yang kalah menerima kekalahan dan pihak yang menang
mengapresiasi pihak yang kalah dalam kompetisi. Dalam hal ini tentu sikap
kritis yang beretika perlu dihidupkan. Cara mengkritisi harus menunjukkan sikap
kedewasaaan, yakni sopan dan santun serta elegan.
Ketiga,
kemampuan untuk menyelesaikan masalah secara damai. Immanuel Kant, lewat
bukunya Perpetual Peace tidak ada perdamaian abadi tanpa ada keberanian untuk
mengupayakan penyelesaian masalah. Kemampuan untuk menjalankan hal ini tentu
merupakan tanda dari kedewasaan dalam demokrasi.
Keempat,
kemampuan untuk menerima norma-norma hukum. Salah satu pilar demokrasi adalah
rule of law. Jalannya demokrasi justru tergantung dari pengakuan terhadap
aturan main. Kemampuan untuk mengikuti aturan main secara konsisten dan
konsekuen merupakan salah satu tanda kedewasaan dalam berdemokrasi. Orang yang
tidak mau berjalan dalam rel rule of law justru mengancam demokrasi yang damai.
Kelima,
kemampuan mengaku perbedaan yang ada. Tidak akan ada manusia yang identik dan
sama di dunia ini. Yang ada adalah keunikan setiap pribadi. Dan ini merupakan
kekayaan yang paling berharga dalam eksistensi manusia. Justru karena keunikan
itulah manusia memerlukan yang lain. Dalam demokrasi pengakuan ini tentunya
menjadi tanda kedewasaan. Artinya orang yang dewasa akan mampu menerima
perbedaan bahkan berusaha untuk memelihat perbedaan, bukan justru sebaliknya.
Sikap penyeragaman merupakan sikap yang berlawanan dengan sikap dewasa dalam
berdemokrasi.
Sehingga dengan
kemampuan untuk mengembangkan sikap dewasa oleh masyarakat, pemerintah dan elite politik,
berbagai polemik hasil resmi pilkada Bali 2013, tidak membuat Bali mengalami
keguncangan yang dapat merusak keharmonisan masyarakat Bali. Masyarakat Bali sudah terkenal
sangat menjunjung budayanya yang adiluhung. Oleh karena itu perpecahan akibat
perbedaan pandangan politik memang harus
dicegah.
Bali sudah menjadi contoh yang baik
dalam penerapan demokrasi, sehingga semakin lama harus semakin baik.
Hasil rekapitulasi resmi yang dipandang ada kesalahan yang berkaitan dengan
perundang-undangan, maka dapat diselesaikan secara damai. Dalam menghadapi
permasalahan mengenai kecurigaan tentang kecurangan dalam pilkada juga diselesaikan
dengan nalar sehat tanpa emosi yang berlebihan. Perbedaan-perbedaan pendapat
mengenai siapa yang lebih pantas untuk menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur
merupakan hal yang wajar. Hal tersebut dapat dijadikan pedoman untuk mengisi
kekurangan Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih untuk mewujudkan kondisi Bali
yang terus membaik. Masalah jika dibesar-besarkan, juga hanya akan merugikan
kita sendiri dan dampak sosialnya pun nanti akan tinggi. Hampir seluruh
masyarakat Bali telah berpikir demikian maka tidak sampai berbuat hal-hal yang kurang
dewasa hanya karena urusan pilkada yang dapat diselesaikan dengan kekeluargaan
atau dengan jalur hukum tanpa melakukan kegiatan-kegiatan bersifat anarkis. Dengan kesadaran itu maka pilkada Bali 2013
dapat berjalan damai.
BAB
4
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pilkada sebagai salah satu wujud dari pelaksanaan
politik, wajib dijalankan oleh seluruh masyarakat secara demokratis. Berbagai
polemik dalam pilkada dapat selesaikan dengan sikap dewasa tanpa tindakan
anarkis. Sikap yang tidak dewasa memang
merupakan penghambat bagi demokrasi yang sehat.
Melalui konsep Tri Hita Karana, masyarakat,
pemerintah dan elite politik dapat membentuk kesadaran tentang pentingnya sikap
kedewasaan berpolitik melalui hubungan-hubungan yang perlu dijaga untuk membina
kerukunan. Dalam ajaran Tri Hita Karana disebutkan bahwa manusia harus menjaga
hubungan yang harmonis kepada Tuhan, sesama, dan alam. Sehingga pelaksanaan
kegiatan politik Bali dapat berjalan harmonis.
Dalam
politik kita membutuhkan kedewasaan untuk membangun
demokrasi yang sehat dan berbobot. Keunggulan akan didapatkan dengan
mengembangkan sikap dewasa dalam politik.
3.2
Saran
3.2.1 Bagi
Pemerintah
Pemerintah wajib menggencarkan pelaksanaan pemilu dan pilkada yang
jujur, adil dan bebas politik uang. Negara pun akan menjadi maju sebab
pemerintahan diduduki oleh orang-orang yang berkompeten.
3.2.2 Bagi
Masyarakat
Sebagai warga negara yang baik wajib ikut
berpartisipasi dalam kegiatan politik seperti pemilu dan pilkada baik sebagai
pemilh atau yang dipilh. Pengawasan terhadap pelaksanaan politik oleh
masyarakat sangat penting sebab akan membantu kelancaran dalam sistem
pemerintahan.
DAFTAR
PUSTAKA
Hendrastuti,
Henny. 2011. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA/MA/SMK Kelas XI. Jakarta :
Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan Nasional.
http://andhikafrancisco.wordpress.com/author/andhikafrancisco
di akses
tanggal 29 Juli 2013
di akses
tanggal 29 Juli 2013
http://www.hindubatam.com/component/content/article/7-dharma-wacana/128-tri-hita-karana-dalam-konsep-masa-kini-dan-implementasinya-siap-menghadapi-tantangan-era-globalisasi-.html
di
akses tanggal 29 Juli 2013
http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi
di akses tanggal 06 Agustus 2013
http://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_kepala_daerah_di_Indonesia
di
akses tanggal 02 Agustus 2013
http://m.detik.com/read/2013/05/26/133529/2256068/10/hasil-pleno-rekapitulasi-suara-pilgub-bali-jago-pdip-kalah
diakses tanggal di
akses tanggal 29 Juli 2013
http://news.detik.com/read/2013/05/26/133529/2256068/10/
di
akses tanggal 29 Juli 2013
http://pusawi.blogspot.com/2013/05/pilgub-bali-kpu-akan-gelar-sembahyang.html
di
akses tanggal 02 Agustus 2013
http://zantama.blogspot.com/2013/05/pengumuman-pemenang-pilkada-bali-2013.html
diakses tanggal di akses tanggal 29 Juli 2013
Sucipta, I Made. 2011. Pendidikan Kewarganegaraan.
Singaraja: CV. Bintang Prestasi
Yuliastuti,
Rima, dkk. 2011. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA/MA/SMK Kelas X. Jakarta :
Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan Nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar